Sunday 18 November 2012

Filsafah Metafisika = Fisika dan Refleksi Isra’ Mi’raj

A.      Metafisika

            Metafisika mengandung Klasifikasi  yang meliputi   Pertama,  Metaphysica Generalis (ontologi); ilmu tentang yg ada atau pengada.  Kedua, Metaphysica Specialis terdiri atas: 1). Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa dan raga. 2) Kosmologi; menelaah tentang asal-usul dan hakikat alam semesta.  Dan  3). Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional dengan segala abstraksi yang memungkinkan melekat pada-Nya.

            Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus: teologi, kosmologi dan psikologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada dapat tidaknya dicerap melalui perangkat inderawi suatu obyek filsafat pertama. Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui indera sedang metafisika khusus  (metafisika) mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indera, apakah itu realitas ketuhanan (teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun kejiwaan (psikologi).

            Disiplin filsafat  pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain karena pembahasan metafisika tentang realitas supra inderawi, terkait dengan pembahasan ontologi tentang prinsip-prinsip umum yang menata realitas inderawi.  Istilah  metafisika dengan sifatnya yang supra inderawi inilah memunculkan keengganan orang terhadap konsep – konesp metafisika. Kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama, metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang siginifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu sejajar dengan siqnifikansinya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.

            Dengan membincangkan metafisika memberi pemahaman bahwa filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan; disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari kekhususannya. Maka metafisika memiliki ruang lingkup Pokok Bahasan yang mencakup, pertama tentang kajian  Inkuiri ke apa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul ada. Kedua tentang, Ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan dari tampak (appearance)  Ketiga, Studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala Teori tentang asas pertama (first principle); prima causa  yang wujud di alam (kosmos).

            Bagian  metafisika yang membincang tentang hakikat  realitas disebut Ontologi. Sedangkan   Kosmologi adalah bagian metafisika tentang proses realitas sehingga menghasilkan obyek dalam kajian metafisika yang disebut dengan obyek partikular (materi)  dan obyek universal (ide)

 

B.   Falsafah Metafisika Agama      

            Ilmu filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subyeknya berupa wujud non fisik mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki wujud. Dalam terminology religius, wujud non fisik mengacu kepada Tuhan dan malaikat. Dalam terminology filosofis, wujud ini merujuk pada Sebab Pertama, sebab kedua, dan intelek aktif.

Filsafat Metafisika tentang agama, yaitu pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Suci (Numen) sakral : adanya kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, tetapi sekaligus membentuk dan menjadi dasar tingkah-laku manusia.  Yang quddus itu dikonsepsikan sedemikian rupa sebagai Mysterium Tremendum et Fascinosum; kepada-Nya manusia hanya beriman, yang dapat diamati (oleh seorang pengamat) dalam perilaku hidup yang penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa", pemikiran menuju pembentukan infrastruktur rasional bagi ajaran agama. Dalam kajian metafisika agama dan khususnya Islam salah satu tujuannya adalah untuk menegakkan bangunan fondasi teologis dan tauhid secara benar. Karena tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam. 

Kekokohan konsepsi metafisika agama (Islam) dimaksudkan untuk menjawab tantangan pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme- yang mengingkari eksistensi immateri dan supra-natural, yang kedua hal tersebut adalah saripati dan hekekat substansi nilai keagamaan. Disinilah setiap pemikir agama harus melakukan -minimal- menjawab dua hal pokok yang menjadi tantangan kelompok meterialistik yang tidak meyakini hal-hal yang supraindrawi,immateri dan; Pertama: pemikir agama harus mampu membuktikan keterbatasan indera manusia dalam melakukan eksperimen dan menyingkap segala eksistensi materi alam semesta. Kedua: Membuktikan keberadaan hal-hal yang bersifat non-inderawi, namun memiliki eksistensi riil dalam kehidupan di alam kosmologi yang luas ini.

Metafisika, berbeda dengan kajian-kajian tentang wujud partikular yang ada pada alam semesta. biologi mempelajari wujud dari organisme bernyawa, geologi mempelajari wujud bumi, astronomi mempelajari wujud bintang-bintang, fisika mempelajari wujud perubahan pergerakan dan perkembangan alam. Tetapi metafisika agama mempelajari sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh semua wujud ini yang dipandu oleh dimensi ke -ilahiaan untuk menemukan kebenaran hakiki atas religiusitasnya. 

Kajian tentang metafisika dapat dikatakan sebagai suatu usaha sistematis, refleksi dalam mencari hal yang berada di belakang fisik dan partikular. Itu berarti usaha mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal dan bersifat universal.Yakni sebagai hal “penyelidikan tentang Tuhan”, bisa juga dikatakan sebagai “penyelidikan tentang dunia ilahi yang transenden”. Metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat yang terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi. Ibarat seorang untuk mempelajarinya menghabiskan waktu yang tidak pendek. Ber-metafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang berminat menekuninya

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan konsepsi falsafah Metafisika dalam perkembangan pemikiran Islam.  Disinilah perlu dilakukan sebuah pemetaan berkaitan dengan konsepsi falsafat metafisika  dalam wacana pemikiran Islam. Maka dapat dipetakan kedalam sejumlah  aspek penting yang mesti dideskripsikan oleh falsafah metafisika sehingga islam menjadi agama yang memiliki bentuknya yang komprehensip. Misalnya pertanyaan-pertanyan yang menyangkut hal - hal  sebagai berikut bagaimana pemikir islam merumuskan hakekat metafisis Aqal dan Jiwa (hakekat metafisis Manusia), Bagaimana pemikir Muslim merumuskan hakekat metafisis Wujud (metafisika ketuhanan), dan Bagaimana Pemikir-pemikir Muslim  mengkonsepsikan hekakat Metafisis Falsafat Wahyu dan Nabi dan lain sebagainya. Pada hakekatnya segala hal yang berkaitan dengan konsepsi Islam berpedoman kepada hal-hal yang bersifat Ghoib. Maka untuk memberi rumusan  hal-hal yang bersifat ghoib ini para pemikir muslim berjuang sekuat tenaga melalui akal pikirnya untuk berijtihad menjawabnya sehingga melahirkan sejumlah konsep yang dapat dijadikan sumber rujukan.

Ilmu metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika. Berbeda dari pengertian ilmu metafisika dalam khasanah western science, Falsafah metafisika Islam adalah ilmu fisika yg dilanjutkan atau ditingkatkan sehingga masuk ke dalam ilmu bi al-ghoibi (ghaib atau rohani). Berkaitan dengan konsepsi keagamaan maka dengan ilmu metafisika akan terungkap apa itu agama secara lebih komprehensif. Kebenaran-kebenaran dan rahasia-rahasia agama yg selama ini dianggap misterius, mistik, ghaib, dan sebagainya akan menjadi sebuah konseptualisasi yang cukup nyata, relatif riel, dan dapat dijelaskan secara falsafi. Hal ini mirip dengan peristiwa-peristiwa kimiawi yg dulunya dianggap misterius, nujum, sulap, untuk menakut-nakuti, dsbnya, dengan ilmu kimia menjadi nyata, dan seolah-olah riel, dan dapat dijelaskan secara filosofis misalnya unsur air (H2O) Asam Klorida(HCL) Besi (Fe) dan lain sebagainya .

Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri dari hukum-hukum yang  secara konseptual riel seperti juga alam jagad raya yag tak lain terdiri dari hukum-hukum fisika, kimia, dan biologi. Hanya saja martabat dan dimensi hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan bersifat hakiki, absolut serta jika dilihat secara filosofis nampaklah sangat sempurnanya alam ini. Tujuan pembahasan  metafisika adalah untuk membangun suatu sistem alam semesta yang dapat memadukan ajaran agama dengan tuntutan akal.

Dengan penjelasan yg masuk akal yang falsafi filosofis maka ajaran-ajaran agama dapat diterangkan secara logis sehingga keimanan semakin meningkat. Tanpa penjelasan yang  falsafi metafisis logis maka ajaran agama menjadi dogma. Tanpa penjelasan yang logis falsafai metafisis,juga maka  ajaran agama sekedar pil yang harus di telan sehingga tidak akan dapat dihayati maksud dan tujuannya oleh umat beragama. Dari sebuah ritual dan perintah – perintah agama  yang membentuk berbagai ritualitas agama hanya bermakna sebagai beban  yang sangat berat bagi umatnya. Dengan metafisika ilmiah lah kita bisa menghargai betapa tanpa adanya agama maka manusia tidak mungkin percaya adanya Tuhan.

            Problematika kajian metafisika tentang kosmos atau alam semesta (makrokosmos) bukanlah membicarakan alam semesta dalam pengertian entitas-entitas yang berbeda di alam melainkan semesta sebagai keseluruhan. Pada dasarnya tidak ada sesuatu halpun di alam  ini yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra namun demikian, merupakan suatu kemustahilan untuk menangkap secara indrawi; suatu keseluruhan sebagai keseluruhan.

 

C.  Manfaat Falsafah Metafisika

            Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan saintifik pada  umumnya maupun ilmu-ilmu pengetahuan berbasis keagamaan. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika  kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain: metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan histories.

2.      Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatik (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.

3.      Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru.

4.      Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream, seperti: monisme, dualisme, pluralisme, sehingga  memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.

5.      Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara  berpikir yang cenderung subjektif dan menciptakan terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.

6.      Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptis.

7.      Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan dirinya sekaligus bertanggung jawab bagi diri, sesama, dan dunia. Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai (not value-free)

Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dlm ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetapi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.

 

D.      Terbang dengan Kecepatan Cahaya: Refleksi Isra’ Mi’raj

 

clip_image001

 

Hari ini (17 Juni 2012) menurut Kalender pemerintah adalah bertepatan dengan perayaan/Peringatan Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal27 Rajab 1433 Hijriyyah. Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan momen yang sangat penting dalam agama Islam, karena setelah peristiwa itulah, Sholat 5 waktu diwajibkan bagi setiap Muslim. Peristiwa ini sangat menarik untuk dikaji baik secara fisika maupun metafisika.

Secara istilah, Isra’ adalah berjalan di waktu malam hari, sedangkan Mi‘raj adalah alat (tangga) untuk naik. Isra mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjid Al Haram Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Palestina. Miraj adalah kelanjutan perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke langit ke-7 (Sidratul Muntaha). Di langit tertinggi ini tempat Nabi Muhammad saw “bertemu” dengan Allah SWT. Isra’ Miraj adalah kisah perjalanan Nabi Muhammad ke langit ke tujuh dalam waktu semalam(www.bambies.wordpress.com).

Prosesi sejarah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad termaktub dalam Qur’an Surat (QS) Al-Isra’ ayat 1 dan QS An-Najm ayat 13-18, yang berbunyi:

“Maha suci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS. 17. Al-Isra’ :1)

 

“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)

 

E.                 Isra’ dan Mi’raj Antara Fenomena Fisika dan Metafisika

a.    Kajian Metafisika

Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa Isra’ dan Mikraj yang dialaminya, pada masa itu terdapat dua kubu, antara kubu (kaum) yang percaya (beriman) dan kaum yang tidak tidak percaya (kaum Quraisy). Bagi umat Muslim, bahwa seseorang disebut beriman, jika dia percaya kepada  hal-hal ghaib (metafisika) yang terangkum pada 6 rukun iman. Diantaranya:

(1) beriman (percaya) kepada Allah SWT,

(2) percaya kepada adanya Malaikat,

(3) percaya kepada Rasul-Rasul Allah,

(4) percaya kepada Kitab-Kitab Allah,

(5) percaya kepada adanya Hari Kiamat,

(6) percaya kepada Qada dan Qadar (Takdir Allah di alam semesta).

 

Berkaitan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, itu berarti seorang Muslim langsung mengimplementasikan keyakinannya kepada 6 rukun iman di atas.

(1)      Apa yang diwahyukan/disampaikan oleh Rasul Muhammad SAW berarti semuanya benar. Ini implementasi rukun iman ke-3 dan ke-4

(2)      Rasulullah dibantu oleh Malaikat Jibril untuk perjalanan itu. Ini Rukun iman ke-2

(3)      Malaikat Jibril “membawa” Nabi ke Palestina dan ke Sidratul Muntaha (langit ke-7) tentu atas perintah dari Allah SWT. Ini rukun iman ke-1 dan ke-2

(4)      Selama perjalanan Mi’raj (ke langit), Nabi diperlihatkan bagaimana bentuk balasan dari umat manusia yang taat dan membangkang terhadap perintah Allah SWT setelah hari Kiamat kelak. Ini rukun iman ke-5.

(5)      Kita percaya kepada semua ketentuan Allah SWT di alam semesta ini baik kita inginkan maupun tidak kita inginkan, baik bisa diterima logika maupun belum. Ini yang disebut sebagai Qada dan Qadar. Dan Ini adalah bentuk aplikasi rukun iman ke-6.

 

b.        Kajian Fisika

Di dalam ilmu fisika modern, kecepatan partikel/benda yang paling cepat saat ini adalah kecepatan cahaya (light speed). Kecepatan cahaya adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c, Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per detik. Nilai ini merupakan nilai eksak disebabkan oleh panjang meter didefinisikan berdasarkan konstanta kelajuan cahaya. Kelajuan ini merupakan kelajuan maksimum yang dapat dilajui oleh segala bentuk energi, materi, dan informasi dalam alam semesta. (www.wikipedia.org).

Nilai c hasil perhitungan => c = 299792.5 km/det

Nilai c hasil pengukuran:

1.    US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det

2.    The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590+0.0008 km/det

3.    Konferensi ke 17 tentang Ukuran dan Berat Standar “Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang hampa selama 1/299792458 detik (http://efrialdy.wordpress.com).

 

Malaikat terbuat dari Cahaya (Nur), seperti pada dalil berikut ini:

“Allah menciptakan malaikat dari cahaya, menciptakan jin dari nyala api, dan menciptakan Adam dari apa yang telah disifatkan (dijelaskan) kepada kalian.”(Diriwayatkan Muslim). DR. Mansour Hassab El Naby, pakar astrofisika dari Mesir  telah berhasil membuktikan pernyataan Al-Qur’an dan hadist Rasulullah SAW bahwa Zat Malaikat adalah Cahaya. Dasar  El Naby adalah Al-Qur’an surah As-Sajadah ayat 5 yang menyatakan sebagai berikut:

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Diketahui bahwa kecepatan cahaya sebesar 300.000 km per detik (bulatan angka 299.792,4989 km/detik temuan el-Naby). Jika benar materi malaikat adalah cahaya, maka mau tak mau kecepatan geraknya haruslah sesuai dengan ukuran kecepatan cahaya temuan para fisikawan.

Untuk hal itu, elNaby harus membuktikan  apakah benar pernyataan Al-Qur’an ini; kecepatan malaikat 1 : 1000 tahun adalah sama nilainya dengan 300.000 km/detik. Jika benar (1:1000) = 300.000 km/detik, berarti benarlah bahwa zat malaikat adalah cahaya. Apa hasilnya ? Ternyata 1 :1000. tahun = 300.000 km/detik!  (Sumber: Pettarani Bone, Kompasiana.com, 20 Januari 2012, “Umur 63 Tahun Tidak Sampai Satu Detik”).

 

 

2 komentar:

Anonymous said...

Ternyata 1 :1000. tahun = 300.000 km/detik!. AKU NGGA NGERTI APA MAKSUDNYA? KOQ UKURAN WAKTU DISANDINGKAN DENGAN UKURAN JARAK.....? NGGA NYAMBUNG AH

Anonymous said...

jelas nyambung
krna wkt dan jarak kduanya brkaitan, brapa jauh jarak yg dtmph tntnya tdak trlepas dri wkt yg dipertukan