Sunday, 19 April 2015

Structural, magneik and electrical characterization of Mg-Ni nanocrystalline ferrite prepared through egg-white prekursor

Ferrit telah memiliki nilai ekonomi dalam dunia teknik dan bahan magnetic karena sifat fisik yang sempurna. didalam jurnal ini membahas campuran ferrit MgNi dengan komposisi Mg0.5Ni0.5 Fe2O4 disusun dengan metode kopresitasi sampel disinterir pada temperature yang berbeda yang dikarakterisasi menggunakan thermogravimetry (TGA) , XRD dan Teknik SEM. Magnetik histeris menunjukkan semua sampel yang feromagnetik dan megnetisasi saturasi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu sintering. Dari yang telah disebutkan diatas jelas bahwa sifat ferrit dari Mg-Ni sangat bergantung pada komposisi kimianya selain itu bergantung juga pada metode pengolahan yang digunakan yang pada akhirnya akan menyebabkan produksi sifat yang berbeda. Hal yang baru dari penelitian ini adalah menggunakan putih telur sebagai prekursor yang murah, tidak beracun, ramah lingkungan dan efektif dari segi biaya. Namun demikian tidak ditemukan satupun acuan literatur yang menghubungkan sifat struktur dan magnetik Ni-Mg ferrit serbuk nano yang diperoleh menggunakan metode putih telur sebagai prekursor. Oleh karena itu yang menjadi fokus pembahasan dalam jurnal ini meliputi proses sintesis, struktur, sifat elektrik, dan magnetik nano kristal Ni1-x­MgxFe2O4(x=0.0-1.0). Pengaruh subsitusi magnesium pada sifat yang berbeda juga diselidiki dan dibahas.

Persiapan eksperimen dimulai dari preparasi sampel. Prekursor dari sampel ferrit yang disusun menggunakan teknik metode putih telur. Dalam percobaan ini stoikiometri dari jumlah logam nitrat Mg disiapkan untuk mensubsitusi Ni dengan komposisi: Ni1-xMgxFe2O4 ferrite (0 ≤ x ≤ 1) yang dicampur dengan putih telur yang baru diekstrak dan menghasilkan prekursor berbentuk gel yang diuapkan pada 800C sampai prekursor kering kemudian di kalsinasi didalam furnace pada suhu 5000C selama 2 jam yang kemudian disusun dan disimpan didalam dessicator.

Sampel dikarakterisasi dengan menganalisis termogravimetri (TG) dan analisis diferensial termal (DTA) dilakukan pada preparasi prekursor yang dikarakterisasi dekomposisi termal hingga pembentukan ferrite. percobaan dilakukan pada suhu udara 5 0C min-1 menggunakan analisis termal Perkin Elmer. Struktur kristal prekursor yang dikalsinasi di karakterisasi menggunakan sinar X , dimana morfologi ferrite dipantau menggunakan mikroskop elektron yag ditransmisikan pada 100 kV . Sifat magnetik dari sistem diukur pada suhu kamar menggunakan VSM. Kurva DTA –TG dari prekursor berbentuk gel dengan konten Mg dari 0.3 ditunjukkan pada gambar 1

image

 

Penelitian termal ini dilakukan untuk mengakarakterisasi dekomposisi telur sebagai prekursor dan mengikuti proses pembentukan ferrit. Langkah ini ditandai dengan lahirnya puncak eksotermis dan endotermis pada grafik dengan kisaran luas tertentu. Puncak endotermik dapat dikaitkan dengan hilangnya air (dehidrasi) dari bagian telur dan awal dari putih telur terdegradasi. Puncak ini diikuti dengan proses reaksi pembakaran eksotermik dimana fungsi telur sebagai bahan bakar dan nitrat sebagai oksidan, sehingga terbentuklah ferrit. Selanjutnya tidak ditemukannya penurunan massa atau perubahan panas setelah suhu 5200C menunjukkan ferrit telah terbentuk secara sempurna, dengan demikian suhu ini diambil sebagai suhu kalsinasi yang tepat untuk pembentukan ferrit. Pola diffraksi sinar X dari seluruh prekursor yang dikalsinasi pada suhu 5000C dipresentasikan pada gambar 2.

 

 

image

Semua difraktogram menunjukkan puncak karakteristik yang sesuai dengan bidang (111),(220),(311),(400),(422),(511) dan (440) yang memberikan informasi yang jelas untuk pembentukan fase spinel. Ukuran sampel rata rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus Scherrer. Nilai yang diperoleh diberikan dalam tabel 1 ditemukan berada dikisaran 20-40 nm (tabel 1)

image

Penurunan bertahap dalam nilai-nilai panjang ikatan (tabel 1) sesuai dengan meningkatnya konten Mg dapat dikaitkan dengan penurunan parameter kisi. Spektrum FTIR yang dihasilkan dari Ni1-xMgxFe2O4 tercatat pada kisaran 200-1000 cm-1 seperti yang ditunjukan pada gambar 3

image

 

Pada gambar 3 tersebut menampilkan dua pita penyerapan Fe3+-O2- yang memberikan informasi perengangan frekuensi untuk semua karakteristik ferrospinel. Posisi pita frekuensi dilaporkan didalam tabel 1. Pita frekuensi yang lebih tinggi (v1=581-588 cm-1) dan frekuensi rendah pada (v2=407-428 cm-1) yang menggambarkan vibrasi logam-oksigen dalam site tetrahedral dan oktahedral. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan meningkatnya konten Mg , maka band v2 yang bergeser kearah frekuensi yang lebih tinggi, sementara v1 sedikit berubah. Perilaku ini menunjukkan bahwa preferensi ion Mg2+ dalam kedudukan oktahedral dan membatasi distribusi kation yang diharapkan. Pergeseran kearah frekuensi yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan pergeseran ion Fe3+ terhadap ion oksigen pada kedudukan oktahedral.

 

 

 

 

image

Visualisasi dari TEM untuk serbuk Mg0.5Ni0.5Fe2O4 mempresentasikan (gambar 4) phenomena agregasi nanokristal dimana pertumbuhan coalescement nucleous terjadi karena kecenderungan nanopartikel untuk mengurangi area dangkal dan mencapai energi bebas yang rendah. Alasan lain dapat disebabkan oleh interaksi magnetostatis antara partikel magnetik atau proporsi nanopartikel magnet permanen didalam volume.

Histerisis loop untuk Ni1-x­MgxFe2O4 ditunjukkan pada gambar 5 . histeris loop ini menjelaskan sifat ferrimagnetik pada sampel yang disintesis. Nilai saturasi (Ms), Magnetisasi remanen (Mr) dan koersivitas (Hc) telah ditetapkan dari data hysterisis dan dilaporkan didalam tabel 2. Ketergantungan komposisi kejenuhan magnetisasi dan koersivitas diilustrasikan pada gambar 6. Yang menunjukkan bahwa kedua magnetisasi dan koersivitas menurun dengan meningkatnya Mg Konten. Magnetisasi saturasi diperoleh untuk selurh ferrit yang ditinjau dari kedua ujungnya ( NiFe2O4 dan MgFe2O4). Hal ini dikaitkan dengan karakteristik berukuran nanopartikel yang diperoleh memiliki ukuran permukaan yang lebih besar terhadap volume dan berotasi cenderung miring. Selain itu perbedaan dalam distribusi kation muncul karena persiapan yang berbeda tidak dapat diabaikan. Momen magnetik (ηB) dapat dihitung dari data histerisis menggunakan magnetisasi saturasi dan berat molekul sampel yang berbeda. Data yang diperoleh dilaporkan didalam tabel 2 menunjukkan penurunan yang jelas dalam nilai nilai magnetisasi dan momen magnetik seiring dengan penambahan magnesium yang diharapkan karena ion Mg2+ dengan nol magnetik moment menggantikan ion Ni2+ dengan magnetik moment 2.3 BM pada site oktahedral. Keadaan ini didukung oleh peningkatan parameter kisi dan peningkatan peregangan pita frekuensi (v2).

imageimage

Histerisis loop untuk Ni1-x­MgxFe2O4 ditunjukkan pada gambar 5 . histeris loop ini menjelaskan sifat ferrimagnetik pada sampel yang disintesis. Nilai saturasi (Ms), Magnetisasi remanen (Mr) dan koersivitas (Hc) telah ditetapkan dari data hysterisis dan dilaporkan didalam tabel 2. Ketergantungan komposisi kejenuhan magnetisasi dan koersivitas diilustrasikan pada gambar 6. Yang menunjukkan bahwa kedua magnetisasi dan koersivitas menurun dengan meningkatnya Mg Konten. Magnetisasi saturasi diperoleh untuk selurh ferrit yang ditinjau dari kedua ujungnya ( NiFe2O4 dan MgFe2O4). Hal ini dikaitkan dengan karakteristik berukuran nanopartikel yang diperoleh memiliki ukuran permukaan yang lebih besar terhadap volume dan berotasi cenderung miring. Selain itu perbedaan dalam distribusi kation muncul karena persiapan yang berbeda tidak dapat diabaikan. Momen magnetik (ηB) dapat dihitung dari data histerisis menggunakan magnetisasi saturasi dan berat molekul sampel yang berbeda. Data yang diperoleh dilaporkan didalam tabel 2 menunjukkan penurunan yang jelas dalam nilai nilai magnetisasi dan momen magnetik seiring dengan penambahan magnesium yang diharapkan karena ion Mg2+ dengan nol magnetik moment menggantikan ion Ni2+ dengan magnetik moment 2.3 BM pada site oktahedral. Keadaan ini didukung oleh peningkatan parameter kisi dan peningkatan peregangan pita frekuensi (v2).

image

Variasi yang diperoleh dari ηB dengan komposisi dapat dijelaskan atas dua model dasar sublattice Neel tentang ferrimagnetism. Dalam model ini magnetisasi bersih ηB(x) pada BM dapat dihitung menggunakan persamaan ηB(x)=MB(x)-MA(x) dimana MA dan MB merupakan momen magnet dari sublattice site A dan B, masing masing nilai diperoleh lebih tinggi dari moment magnetik Neel yang ηB(x) daripada ηB (tabel 2) hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan interaksi pertukaran site B terhadap site A. Perubahan medan terjadi pada ukuran magneto kristal anistropi, sehingga penurunan koersivitas dengan meningkatnya kadar Mg dapat dikaitkan dengan penurunan magneto kristal anistropi oleh subsitusi Mg. magneto kristal anistropi ion Mg2+ lebih kecil dibandingkan dengan jumlah anisotropi ion Ni2+ sehingga koersivitas menurun dengan meningkatnya konten Mg. dalam jurnal ini juga membahas sifat elektrik dari komposisi dimana ketergantungan suhu konduktivitas AC sebagai frekuensi yang berfungsi untuk semua komposisi ditunjukkan pada gambar 7.

 

 

image

Dari gambar dapat memberikan informasi dimana konduktivitas menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Perilaku logam yang diamati secara jelas dalam sampel Mg konten hingga x=0.3 dan menurun secara bertahap dengan subsitusi berturut turut. Perilaku yang tidak biasa ini dapat dijelaskan berdasarkan jarak antara ion Ni2+ lebih kecil dari ion site B. Pada NiFe2O4 site B Fe2+-Fe3+ mengalami pemisahan yang terletak dibawah nilai kritis tertentu sedangkan konduktivitas hampir mirip pita dapat terjadi selain perpindahan elektron. Plot khas konduktivitas-ac listrik Vs frekuensi sebagai fungsi temperatur dapat dilihat pada gambar 8.

imageimage

Pada gambar 8 menunjukkan trend peningkatan bertahap pada suhu rendah, sementara pada suhu yang lebih tinggi juga diperlihatkan perilaku hampir linier. Hal ini menjelaskan mengapa konduktivitas tergantung pada suhu yang frekuensi lebih tinggi (gambar 7). Peningkatan linier konduktivitas dengan meningkatnya frekuensi dapat dijelaskan berdasarkan pembawa muatan antara satu tempat ketempat yang lain. Dengan kata lain meningkatnya frekuensi elektron melompat antara pembawa muatan dapat meningkatkan konduktivitas. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan kemiringan konduktivitas dengan meningkatnya suhu dapat disebabkan oleh perubahan mekanisme konduksi dari mekanisme harap polaron. Energi aktivasi dihitung pada frekuensi 2 MHz untuk dua daerah berbeda (E1 dan E2) masing masing dilaporkan pada tabel 2. Secara umum energi aktivasi didaerah suhu yang lebih rendah daripada diwilayah suhu tinggi. Pada gambar 9 memberikan informasi plot konstanta dielektrik vs frekuensi sebagai fungsi temperatur, untuk Ni0.3Mg0.7Fe2O4ferrit. Penurunan bertahap dalam nilai – nilai konstanta dielektrik dengan meningkatnya frekuensi mencerminkan perilaku bahan dielektrik polar. Pada pertukaran elektron antara Fe2+ dan Fe3+ tidak bisa mengikuti medan balik pada frekuensi yang lebih tinggi. Variasi ini menunjukkan dispersi karena jenis Maxwell-Wanger memiliki interface sesuai dengan teori fenomenologis Koop. Dengan meningkatkan frekuensi, dipol tidak bisa mengikuti arah medan dan perilaku ini dapat mengatasi perilaku termal. Nilai yang tinggi dari konstanta dielektrik diperoleh pada frekuensi rendah dapat dijelaskan berdasarkan teori Koops fenomenologis.

Kesimpulan

Penelitian ini berhasil menyiapkan satu fase ferit Ni-Mg nano kristal dengan berbagai konten Mg melalui metode putih telur. Mengungkapkan stuktur spinel untuk semua komposisi menggunakan XRD . Kenaikan parameter kisi menyebabkan X-Ray melemah dengan meningkatnya Mg Konten hal ini disebabkan karena peningkatan jari jari ionik dan penurunan berat masing masing atom. Distribusi kation diperkirakan memiliki pengaruh yang signifikan pada struktur, sifat kelistrikan dan magnetisasi dengan mengsubsitusi konten Mg. pengukuran histerisis menunjukkan bahwa nilai magnetisasi saturasi dan koersivitas sangat bergantung pada pengenceran magnetik oleh ion Mg2+. Pada sampel yang diteliti suhu konduktivitas ac tergantung pada perubahan dalam mekanisme konduksi Paralon seiring dengan meningkatnya suhu. Konduktivitas berkurang seiring dengan meningkatnya Mg Konten.

Sunday, 12 April 2015

Tugas Metode Fisika Eksperimen

Tugas Metode Fisika Eksperimen
=========================


Tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair (fluida) yang berada dalam keadaan diam (statis).  Contoh yang menarik tetes air cenderung berbentuk seperti balon (yang merupakan gambaran luas minimum sebuah volum) dengan zat cair berada di tengahnya. Hal yang sama terjadi pada jarum baja yang memiliki rapat massa lebih besar dari air tapi dapat mengambang di permukaan zat cair.  Fenomena ini terjadi karena selaput zat cair dalam kondisi tegang, tegangan fluida ini bekerja paralel terhadap permukaan dan timbul dari adanya gaya tarik menarik antara molekulnya.
Tegangan permukaan g didefinisikan sebagai gaya F persatuan panjang L yang bekerja tegak lurus pada setiap garis di permukaan fluida. Permukaan fluida yang berada dalam keadaan tegang meliputi permukaan luar dan dalam (selaput cairan sangat tipis tapi masing jauh lebih besar dari ukururan satu molekul pembentuknya), sehingga untuk cincin dengan keliling L yang diangkat perlahan dari permukaan fluida, besarnya gaya F yang dibutuhkan untuk mengimbangi gaya-gaya permukaan fluida 2gL dapat ditentukan dari pertambahan panjang pegas halus penggantung cincin (Dinamometer). Sehingga tegangan permukaan fluida memiliki nilai sebesar,

Non-Lattice Model

Non Lattice model
Non Lattice model merupakan salah satu istilah yang ditemukan didalam polimer dimana pada non lattice model menggambarkan à r fleksibel
clip_image002
Distribusi Gauss 

Lebih lanjut download here

Pengantar Metode Karakteristik Material

Outline Kuliah

a.       Synchroton Radiation

b.      XRD (dengan X-Ray Difraktometer)

c.       ELektron Microscopy (SEM, TEM)

d.      Probe Microscopy (AFM, MFM, STM)

e.       In situCharacterization and Fabrication (Sputtering) , FIB (focus Ion Beam), Ion Etching

 

 

SEM (Scanning Electron Microscopy)

Cara kerja alat ini meliputi permukaan sample dan morfologi , ukuran partikel, SEM memberikan informasi kualitatif  diantaranya:

Ø  Topography (profil permukaan dan texturenya )

Ø  Morphology (Bentuk, ukuran dan susunan partikel pada permukaan)

 

TEM (Transmission Electron Microscopy)

Alat ini mampu melihat hingga kedalam sampel (dengan syarat samplenya haruslah sangat tipis), TEM memberi Informasi kualitatif berupa:

Ø  Morphology or Structural (ukuran, bentuk, dan susunan partikel penyusun sample)

Ø  Crystallographic information (susunan atom dari sample, sudut dan derajat)

 

AFM-MFM

Satu kesatuan , sistemnya juga sama, perbedaan keduanya hanya pada Probe nya. AFM (atomic Force Microscopy) informasi yang didapat melalui AFM – MFM adalah gaya dan elastisitas sample, hardness atau softnes sample, kristalinitas sample

 

STM (Scanning Tunneling Microscopy)

Merupakan mekroskop nanopartikel yang mengkaji efek tunneling mekanika kuantum untuk mengetahui jarak antara probe dengan permukaan. Sampel yang diukur harus konduktif, karena merupakan alat elektronikal. Informasi yang diberikan. Profil permukaan secara 3D sehingga berguna untuk mengkaji roughness permukaan, defect permukaan, ukuran, dan sebagainya.

 

In-Situ Fabricating and Characterization

Merupakan proses yang dimulai dari fabrikasi sample hingga karakterisasi sample (seperti 1 s.d. 4)dilakukan ditempat yang sama , semua dilakukan disatu ruang vakum, sehingga perlu digunakan pakaian khusus . ruangan yang steril (clean room), system seperti ini sangat baik digunakan terutama dalam nanoteknologi.

 

X-Ray Synchrontron

Synchrotron Radiation

Synchortoton Radiasi gelombang elektromagnetik, lebih khususnya X-Ray, karena rentang / interval gelombang nya sama dengan X-Ray. Perbedaan dengan X-RD dalam pengukuran, panjang gelombang yang digunakan hanya satu, begitu pula energinya, pada radiasi Sinkrotron, kita bias memilih dan menset panjang gelombang yang dibutuhkan, bisa menggunakan soft X-Ray (yang biasa digunakan pada X-RD) hingga menjangkau hard X-Ray . diatur sesuai dengan kebutuhan

Untuk membuat radiasi synchrotronà dengan semacam raktor (yang masih langka). Diasia tenggara hanya ada satu (disingapura) dan tergolong reactor yang kecil . reactor synchrotron paling powerful ada dijepang yang menghasilkan energy hingga 8 GeV (world largest synrocron radiation facility).

 

Bagaimana untuk menghasilkan sebuah sinkrotron?

Gelombang elektromagnetik diemisikan dengan partikel bermuatan yang dipercepat (mendekati keceatan cahaya) dan kemudian dipandu untuk “bending” (membelok) dengan menggunakan medan magnet (gaya lorents). Radiasi elektromagnetik yang dipercepat radially (Va) à sehingga terjadi bending disebut “synchrotron radiation .

Partikel bermuatan yang biasa digunakan adalah electron, alas an digunakan electron karena lebih mudah ditemukan.

clip_image001[6]

 

Range interval radiasi synchrotron dari soft X-Ray (300 eV) ke hard X-Ray (300 keV) hingga ke sinar

 

Alasan diperlukannya synchrotron radiaton adalah untuk:

v  Mengkarakterisasi nano struktur dibutuhkan effort besar. Dalam pengkarakteisasian dengan XRD, untuk mendapatkan peak yang bagus, dibutuhkan cell yang banyak. Oleh karena itu, karakterisasi bulk ( cell yang sangat banyak ) lebih mudah dan peaknya bagus.

v  Dalam membuat layet dalam monoatomic layer, struktur  interface mempunyai pengaruh yang sangat penting (konstribusinya signifikan). Sementara dalam bulk layer, pengaruh struktur interface obstribusinya tidak terlalu signifikan, hal ini karena apa yang terjadi dipermukaan akan berpengaruh hingga puluhan nanometer keatasnya dan kebawahnya. Bila kit amembuat dua layer dari dua unsur berbeda, maka akan muncul sifat sifat baru yang berbeda dengan sifat sifat baru yang erbeda dengan sifat masing masing unsur pembuat layer masing masing, salah satu penyebab munculnya sifat baru tersebut adalah interfacenya (ideal atau tidak).

 

Dalam mengontrol struktur Kristal kita bisa mengubah parameter sintesisnya, misalnya suhu, waktu pengadukan, konsentrasi dan sebagainya (diketahui eksperimen). Selain mengontrol struktur Kristal kita juga dapat mengontrol struktur interface salah satunya dengan synchrotron à karena kita butuh X-Ray dengan energy besar dan bisa di switch à karena berkerja dalam monoatomic layer