Wednesday, 2 January 2013

PENDIDIKAN MODERN YANG BERAKAR KARAKTER MENYONGSONG KURIKULUM 2013

Penulis : Drs. Saminan Ismail, M.Pd (Dosen FKIP FISIKA Unsyiah)

GoresanKuliah--Hidup dan kehidupan dapat dimaknai sebagai arti dari suatu proses pembelajaran hakiki yang ianya dinafasi dengan berbagai substansi, dengan karakter sebagai basis dari penopangnya. Perilaku dan tabi’at, termaktum sebagai cetakan untuk menafsirkan pembelajaran hakiki ini sebagai model pendidikan yang mengarus-utamkan prinsip luhur dari pendidikan sebagai investasi jangka panjang, makna lain adalah memelihara azas dari pendidikan tersebut untuk menjadikan kalifah di muka bumi ini sebagai pembaharu yang mampu mendaur-ulangkan pengetahuan dan pemahaman pendidikan dari yang bersifat klasik ke pandangan pendidikan berbasis modern yang sarat dengan perubahan peradaban akhlak dan moral, tentunya ini dapat dijadikan referensi untuk evolusi peradaban pendidikan dengan makna pembelajaran hakiki sebagai katalis dan akidah, iman, dan taqwa sebagai landasan pembelajaran pendidikan.

Sekalipun ide tersebut diatas dapat dimaknai sebagai argumen penyelenggaraan pendidikan modern, namun ianya harus pula dibalut atau diisi dengan kaidah pendidikan kejiwaan sebagai salah satu unsur penguatannya, dalam tabiat yang luas dapat dipahami bahwa kaidah ini disarafi oleh unsur saling menghargai (mutual respect) dan saling memproteksi (mutual protecting). Dua variabel ini tentunya tidak akan dapat muncul kalau nilai luhur iman dan taqwa kepada sang Khaliq belum menjadi bagian ruh dari perjalanan setiap hidup manusia. Kalaupun iman dan taqwa tersebut sudah berjalan beriringan dengan fisik dan ruh manusia, maka ianya juga harus seirama dengan sikap, perilaku/kebiasasan, toleransi dan akidah yang harus selalu dijunjung tinggi.

Dalam pandangan modern konsep tersebut diartikan sebagai kekuatan baru untuk mensinergikan pendidikan modern dengan pembelajaran hakiki, tentunya dalam konteks ini pendidikan karakter menjadi penyeragam yang dibangun dari jiwa yang sebenarnya dengan hati sebagai indikator. Dalam perspektif Islam, nilai luhur jiwa tersebut dipindahkan dari Al-Qur’an, Sunah dan Ijtihad, guna membimbing pengikutnya agar taat jiwa dalam mengamalkan, menjalankan, dan mengaplikasikan doktrin islamisasi pendidikan. Dua pandangan ini memiliki makna dan fungsi satu sama lain, namun dalam proses alirannya, dua pandangan tersebut selalu terintegrasi dan bersinergi, dengan maksud untuk mengurangi tensi negatif dari azas pendidikan itu sendiri sebagai parajut jiwa dan akhlak untuk mendermakan demi kemajuan pengetahuan yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan manusia, alam, bahkan bumi tempat kita diami. Dengan harapan, pengembangan model pendidikan tersebut yang berbasis karakter ini dapat menjadi akar untuk merajut dan menjalarkan ke dan seluruh sistem serta mekanisme penyelenggaraan pendidikan, sehingga carut-marut pendidikan kita sekarang ini tidak lagi menularkan untuk kemajuan dan kepentingan pengembangan pendidikan kedepan, tentunya pembelajaran hakiki sebagai konsep untuk melayani pendidikan modern.sebagaimana harapan dalam kurikulum 2013 yang menitik beratkan pada nilai prilaku, nilai kepribadian, budi pekerti atau lebih dikenal dengan pendidikan karakter.

Pendidikan Modern

. Makna filosopi pendidikan (education of philosophy) secara harfiah menseimbangkan perilaku, mental, dan hawa nafsu, termasuk pengendalian hati untuk memperoleh kehidupan yang menyenangkan dunia dan akhirat. Tentunya dalam kontek kehidupan yang sebenarnya (truely of life) pendidikan itu sendiri dimaknai sebagai proses pembenaran hati dan pensucian jiwa untuk mematron diri menjadi sebenar-benarnya kalifah yang berguna di alam jagat raya ini. Dalam kaidah pembelajaran yang sebenarnya (truely of learning) pendidikan itu sendiri sebagai aset investasi jangka panjang untuk meletakkan jati diri sebagai manusia pembaharu dan mampu menempatkan sebagai hamba yang taat azas hidup, tentunya yang paling wahid mengikuti perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sekalipun ketiga pandangan tersebut telah mengisyaratkan sebagai patron lahirnya konsep pendidikan modern, namun kadang-kadang pondasi filosopi dari pendidikan itu sendiri sering diabaikan bahkan tidak didayagunakan, sehingga kecenderungan paradok ketika diimplementasi. Ke-paradok-kan itu terlihat dari output proses pendidikan modern seperti adanya tawuran siswa, demo anarkis mahasiswa, pemalsuan nilai, bahkan memproduksi institusi pendidikan berbasis komersialisasi, dengan mengesampingkan model dan modal prinsip-prinsip penyelenggaran pendidikan modern. Harapan lain dari capaian pendidikan modern ini adalah mewujud dan mengembangkan suasana serta proses pembelajaran kepada peserta didik untuk lebih aktif mengembangkan kapasitas, kualitas dan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang arif (jujur), kecerdasan yang bersahaja, akhlak mulia, keterampilan dan kecakapan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam banyak teks dan pemikiran Barat yang dapat saya sarikan, bahwa pendidikan modern merupakan jelmaan dari kegagalan model pengembangan pendidikan klasik, namun ada juga yang menafsiran bahwa pendidikan modern sebagai bagian dari pendidikan klasik untuk menseimbangkan peradaban pendidikan yang cenderung berubah corak seiring perubahan paradigma berpikir ratusan juta manusia yang bermukim di muka bumi ini. Dalam pandangan ini saya menyebutkan bahwa pendidikan modern tersebut justru lahir dari kegagalan negara-negara modern memproteksi generasi mereka untuk menjalankan pendidikan sebagai basis pembaharu termasuk, perubahan lingkungan, budaya dan psiko-sosial masyarakat tersebut. Tentunya, sebagai negara berkembang seperti Indonesia dan Aceh secara khusus dengan Islam sebagai perajut pendidikan dapat dimaknai bahwa pendidikan modern itu sendiri merupakan derivat dari kekuatan nilai-nilai islam dengan Al-Qur-An dan hadist sebagai pemandu untuk membangun dan menciptakan pendidikan yang taat azas dan bijak untuk dijadikan referensi peyangga hidup.

Konsep Pendidikan Modern Berakar Karakter (PMBK) merupakan replekasi, relokasi serta cloning dari perubahan dan kegagalan pendidikan dengan konsep klasik yang kurang menempatkan prinsip agamais dan Qurani (islam) serta nilai spiritual sebagai filosopi gerakan pembaharu dengan basis pendidikan sebagai barometer. Fenomena ini menjadi lebih berarti jika karakter menjadi perajut untuk menseimbangankan antara gagasan, emosional, nafsu, dan perilaku ketika pendidikan dinafikan sebagai unsur utama dari pencerdasan emosional, nafsu, dan sikap serta perilaku itu sendiri. Dalam konteks ini pendidikan modern yang berakar karakter menjadi acuan pustaka dalam perencanaan pendidikan sebagai investasi jangka pendek, menengah bahkan jangka panjang. Untuk itu, dari berbagai referensi yang saya koleksi dengan beberapa argumen telaah, maka secara harfiah pendidikan modern dengan basis karakter dirancang selain untuk menstimulus prinsip hidup dan kehidupan sebagai praktek pendidikan yang sebenarnya juga sebagai kontrol untuk menjamin bahwa pendidikan tersebut tetap mengakar nilai dan norma spiritual dengan Islam sebagai patron baku.

Akar Pendidikan Karakter

Ruh, jiwa dan fisik menjadi piranti penting dalam pencitraan pendidikan karakter, karena ia jelmaan dari bukti lahirnya akhlak, perangai/tabi’at, akidah, moral, dan tingkah laku yang bersahaja pada setiap individu yang memahami pendidikan sebagai potret hidup dari sebuah kehidupan yang sebenarnya dengan prinsip menyerahkan diri kepadaNya, berbuat dan berbakti kepada alam dan makhluk yang mendiami di alam jagat raya ini. Tentunya konsep tersebut dapat direplikasikan sebagai perangkat dari transformasi pendidikan modern berakar karakter dengan religius-spiritual sebagai penjalinnya dan Al-Qur-an, hadist serta Peuteuah Ulama sebagai perajut dan penuntun, agar pendidikan yang berakar karakter dapat benar-benar dijiwai dari pendidikan ruh, pendidikan jiwa, dan pendidikan berbasis pada mental-spiritual. Ketiga konsep pendidikan tersebut perlu saya justifikasi substansinya untuk menseimbangkan makna harfiah pendidikan modern berbasis karakter dengan prinsip pendidikan klasik sebagai referensi, dimana pada pendidikan klasik tersebut tidak menjalankan ketiga konsep tersebut secara bersamaan, sehingga mental pendidikan hanya berorientasi kepada kebutuhan, sekalipun dalam implementasinya tetap tajam namun tidak diilhami dengan pendidikan ruh, pendidikan jiwa apalagi pendidikan mental-spiritual, sehingga sering dikatakan bahwa konsep pendidikan klasik tersebut berhasil dalam tindakan, namun gagal dalam implementaisnya. Para ahli pendidikan barat telah terjaga untuk memadukan konsep pendidikan modern sebagai basis penyelamat generasi. Di Amerika Serikat, kehadiran sejumlah ulama tersohor dari Timur Tengah telah memberikan warna tersendiri dunia pendidikan di Amerika Serikat saat ini, salah satunya Ulama terkenal Turki Fedullah Gulen, yang berhasil memikat para pencari Tuhan khalifah Amerika Serikat untuk mengenal diri yang sesungguhnya melalui proses transpormasi pendidikan karakter yang diilhami dengan pendidikan ruh, jiwa, dan mental-spriritual sebagai perubah pola pikir.

Pendidikan ruh, pendidikan yang disarati dengan tuntunan dari sang Khaliq .Pola pendidikan ini menempatkankan manusia sebagai makhluk yang selalu berpikir akan kebesaran, keesaan dan keangungan Ilahi Rabbi karena dengan Kudrah-IradahNya telah menjadikan planet bumi untuk dihuni oleh berbagai makhluk hidup dengan segala keragamannya. Dalam catatan lain, pendidikan ini pula di akari dengan pendidikan iman, taqwa, akidah, moral, perilaku dan pendidikan mengenal sifat-sifat Allah SWT, ajaran kenabian serta peuteuah Ulama. Mental dan interaksi dengan lingkungan juga menjadi penentu dari perkembangan fase pendidikan ini, dimana mental yang berbasis pada agamais dapat menjadi penentu dari kecakapan spiritual, sikap bahkan perilaku terhadap lingkungan dan makhluk lainnya.

Pendidikan jiwa, dalam perkembangannya pendidikan jiwa ini distimulus oleh pendidikan ruh yang bernilai guna untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas diri dalam arti lain memproteksi diri untuk mengenal jiwa yang sesungguhnya untuk menghambakan diri kepada pencitpta “Habluminallah” (hubungan dengan Allah SWT) dan berbaik diri sesama manusia atau makhluk hidup lainnya “Habluminanas” (hubungan dengan manusia). Setelah memahami hakikat hidup tersebut kemudian menjadikan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai referesi penyelenggaraan pendidikan secara hakiki, makna lain adalah Wahyu yang telah diterima Nabi Muhammad SAW dan kemudian di pustakakan dalam Al-Qur An Nurkarim dan disarikan dalam pandangan Al-Hadist dapat dijadikan sebagai penuntun sekaligus perajut pendidikan jiwa yang dapat memberikan momentum untuk membentuk Akhlakulkarimah yang merupakan landasan lahirnya pendidikan jiwa.

Setelah dasar-dasar pendidikan keesaan Allah SWT dan Kenabian ini dijadikan sebagai penyangga, maka selanjutnya diperlukan proses pendidikan untuk mengenal jati diri termasuk pendidikan mengorganisir nafsu dan emosi untuk memperoleh kekuatan positif guna menghindari hidup celaka didunia dan memperoleh tuntunan untuk hidup selamanya di akhirat. Untuk penguatan kapasitas diri dalam pendidikan jiwa ini dilalui fase dengan pendidikan intelektualitas keilmuan yang sejatinya dapat menjadi penyeimbang dalam perkembangan jiwa untuk mengenal lingkungan secara menyeluruh maupun perilaku menghargai lingkungan sebagai unsur pembentuk jati diri.

Pendidikan mental-spiritual, fase pendidikan ini dinafasi oleh dogma pendidikan jiwa sebagai acuan transpormer pendidikan. Pendidikan ini pula mengajarkan kita untuk selalu taat azas hidup dan kehidupan dengan agama sebagai dasar-pijaknya. Dalam perspektif lain, menggerakan perilaku kita untuk mengabdikan diri kita kepada makhluk hidup, bumi dan alam sekitarnya serta mengabadikan perilaku pendidikan tersebut untuk dijadikan referensi bagi dan untuk kepentingan manusia lainnya. Dalam catatan pemikir islam abad 16-17 menyebutkan bahwa pendidikan mental-spiritual sebagai jembatan dari keberlangsungan dan keberlanjutan pengembangan ilmu pengetahuan. Makna filosopi dari pemahaman tersebut dapat saya asusmsikan bahwa pendidikan bersifat mental-spiritual ini adalah meregenerasi dan mendaur-ulangkan proses ini sebagai pengontrol untuk menjamin keberlanjutan pendidikan modern yang berakar karakter guna membentuk pembelajaran pendidikan yang hakiki untuk umat manusia.

Keberhasilan dari penularan prinsip pendidikan modern ini tidak serta-merta dapat berlangsung seketika, namun ia membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, materi bahkan emosi yang matang, karena konsep dari pendidikan modern ini cenderung paradoks dengan budaya, tabiat hidup, perilaku masyarakat modern yang cenderung mempopulisakan simbol bukan pada substansi, maknanya, mereka hidup sudah/tanpa lagi dibatasi dari kaidah hidup sebagai manusia yang sebenarnya sebagai makhluk yang paling tinggi derajat diantara makhluk lainnya ciptaan Allah SWT. Tantangan lainnya adalah tren hidup dan keseimbangan kemajuan teknologi yang mampu menukikan pendidikan dan cenderung menonjolkan demokrasi kebebasan, dan ini tantangan yang harus dileburkan sehingga pendidikan modern berakar karakter dapat dijalankan dan diterima oleh berbagai komponen stakholder pembangunan di Aceh secara khsusus dan Indonesia secara umum dalam menyongsong kurikulum 2013. Semoga!!!

0 komentar: